Minggu, 17 Maret 2019

Surat terbuka untuk teman yang sering ngajak meet up

Selamat malam teman seperjuangan di masa putih abu-abu. Aku harap kondisi kalian sehat selalu, baik jiwa maupun raganya. Semoga kalian tetap kuat menjalani hari-hari baru setelah kelulusan —entah itu pahit ataupun manis. Hari ini aku khususkan untuk menyampaikan berbagai kegelisahan selama dua belas tahun bersekolah terkhusus saat masa SMK kemarin. Karena banyak hal-hal negatif di pikiranku yang mulai mengambil alih kendali lagi atas diriku. Dan aku tak menyukainya. Maka dari itu aku memutuskan untuk bikin tulisan ini. Aku persembahkan tulisan ini untuk siapapun 'teman' yang pernah hadir dalam hidupku. Di surat ini, aku hanya ingin menguraikan apa yang selama ini berserakan di dalam hati dan pikiranku.

surat.jpeg


Pertama-tama aku ingin meminta maaf sedalam-dalamnya sama kalian semua. Aku yakin aku banyak salah sama kalian semua. Dan di pertemuan kita yang terakhir, aku gak sempet minta maaf karena aku lupa dan tidak fokus. Karena berhubung kalian beberapa kali ingin mengadakan meet up, aku ingin memberikan penjelasan se-detail mungkin kenapa aku gak berminat menghadirinya. Jadi begini...

Setelah hari kelulusan dan mendapati diriku gagal dalam ujian perguruan tinggi, aku sebenarnya stres! Aku selalu berpikir gimana caranya biar aku tak merasa bersedih menjawab chat teman yang selalu bertanya apakah aku lolos atau tidak. Aku pun berusaha menghibur diri dengan cara yang sederhana dan mudah dilakukan yaitu dengan kembali menjalani hobi yang dulu sempat terhenti. Semakin lama aku mengeluarkan uneg-uneg yang berkecamuk di benak, semakin berkurang beban yang selama ini menekan diriku. Aku jadi bisa merasakan kembali keutuhan jiwaku.

Dan di antara banyaknya coretan yang kubuat tersebut, ada satu hal yang ingin aku sampaikan kepada kalian semua. Tentang suatu kebenaran yang selama ini aku sembunyikan. Aku ingin berterus terang bahwa, kejahatan terbesar yang pernah kulakukan selama tiga tahun terakhir adalah menipu kalian dengan memalsukan kenyataan dan berpura-pura bahwa aku seratus persen menikmati saat-saat berinteraksi dengan kalian. Belajar, mengerjakan tugas, ngobrol, bercanda, dan makan bareng. Kadang aku merasa bahwa aku dipaksa oleh situasi untuk masuk ke sekolah. Dan aku sudah mencoba sekuat tenaga untuk menghargai paksaan itu, walaupun datang terlambat dan dihukum. Itu jauh lebih menantang daripada harus bercengkrama dengan manusia penganut gengsi dan pecinta diri sendiri alias narsis. Aku mencoba meyakinkan Tuhan kalau aku bersungguh-sungguh dateng ke sekolah untuk mendapatkan ilmu, tapi ternyata itu tak cukup.

Aku merasa sangat bersalah atas segala sifat yang sengaja kubuat untuk kondisi seperti ini. Saat di mana aku mencoba menerima kenyataan bahwa aku telah mempengaruhi dan menghibur banyak teman kelas dengan tingkah ku yang aneh dan lambat, aku merasakan penurunan intensitas pola berpikir positif. Aku terlalu pusing. Aku butuh sedikit rasa kemanusiaan untuk bisa merasakan kembali kesenangan yang kupunya ketika dulu aku masih bocah. Aku merasa kehilangan identitas asli diriku sendiri. Aku tak mengenali diriku yang sebenarnya. Hidup dalam kepura-puraan selama dua belas tahun sama sekali tak memberikanku kenyamanan. Seakan-akan aku memiliki banyak topeng yang bisa digonta-ganti tergantung situasi dan kondisi saat itu juga. Sungguh merepotkan bukan..? Selama "berteman" dengan kalian, aku selalu melihat segalanya hanya sebuah kompetisi, tidak lebih dari itu. Karena aku sudah lama menyakini bahwa tak ada yang namanya teman sejati, yang ada hanya kepentingan yang abadi.

Karena rasa bersalahku begitu besar, aku pun memilih untuk mengasingkan diri dari seluruh hingar bingar dunia. Aku mulai mencari ketenangan jiwa. Salah satu prosesnya yaitu dengan cara menjauhkan diri dari media sosial yang sangat menguras waktuku. Aku tak ingin berkomunikasi dengan teman manapun selama masa Gap Year ini untuk mengurangi sedikit beban di pundak. Aku yakin ini adalah jalan terbaik agar ketenangan itu didapatkan.

Sambil mencari ketenangan, aktivitasku sehari-hari adalah membantu orang tua. Semakin hari semakin menantang untuk dinikmati, aku terus berusaha memberikan yang terbaik untuk orang tua. Hari berganti bulan. Bulan berganti tahun. Aktivitas aku semakin padat sekali. Tiada hari tanpa membantu orang tua. Karena aku mikir ini adalah waktu yang sangat tepat untuk mengabdi kepadanya. Dan aku tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini, jadilah aku melakukannya secara total tanpa ada rasa keberatan sedikit pun.

Karena kesibukan tersebut, bisa dipastikan satu-satunya waktu senggang aku itu hanya malam hari. Dan di malam hari aku masih harus belajar untuk ujian mandiri jikalau SBMPTN gak keterima. Jadi sebenarnya aku sudah tak ada waktu lagi untuk bersenang-senang. Aku memang begini orangnya. Kalo udah lulus sangat susah untuk diajak bertemu. Memang kesan nya aku itu sombong sekali karena gak pernah ada komunikasi. Tapi ini demi kebaikan aku semua. Aku sudah menentukan jalan hidupku. Tolong jangan buat aku menjadi seseorang yang tak tahu diri. Aku sedang berusaha berdamai dengan diri sendiri dan bangkit dari keterpurukan.

Jadi dapat disimpulkan bahwa, aku bukannya gak mau ikut acara meet up tersebut. Aku sekarang hanya ingin fokus ke satu titik. Aku ingin orang tuaku bahagia karena pencapaianku. Lagian memangnya belum cukup apa selama tiga tahun bersama-sama. Tapi heyy.. Ini baru setahun..? Kurasa itu adalah waktu yang sangat sebentar. Aku sudah sering turutin keinginan kalian, jadi sekarang aku minta kali ini saja kalian beri aku waktu untuk bernapas lebih agar aku bisa fokus pada masa depan. Aku hanya tinggal menjalani hidup yang telah ditentukan tadi dengan penuh keyakinan. Kalau terus ada hambatan seperti ini kapan aku bisa menikmati setiap detail perjalanan hidupku. Maka dari itu sekali lagi aku mohon maaf atas semua yang telah kulakukan kepada kalian baik yang disengaja maupun yang tak sengaja. Karena kebaikan datang dari Tuhan Yang Maha Sempurna, dan kesalahan datangnya selalu dari kita —makhluk yang berlumuran dosa.

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada kalian semua, aku minta tolong.. Lepaskanlah diriku. Biarkan diriku berkembang. Biarkan aku menjadi diriku sendiri. Biarkan aku bersinar terang dengan caraku sendiri tanpa ada intervensi dari siapapun. Aku mohon sekali.. Ini adalah permintaan terakhirku. Aku akan buktikan bahwa aku layak untuk menjadi manusia yang dapat meraih kesuksesan.

Dari dasar jiwaku yang serasa terikat, aku ingin mengucapkan terima kasih atas perhatian kalian selama ini. Terima kasih karena kalian pernah sudi berteman denganku. Aku hanyalah seorang bocah kidal yang tak tahu lagi harus dibawa kemana arah tujuan hidup kalau saja tak ada arahan dari bapak tercinta. Rasanya seperti sudah tidak ada semangat yang tersisa dalam diriku jika bukan karenanya. Hanya orang tua saja satu-satunya alasanku untuk tetap bertahan. Kubiarkan semuanya tercurah disini agar kalian bisa mengetahui bahwa aku tidak ingin diganggu sampai waktu yang tak bisa ditentukan.



Sekian.





Surat ini ditulis oleh seorang pendosa kelas berat yang jelas-jelas lebih pantas menjadi seorang pemalas yang lemah dan bodoh. Aku pikir surat ini seharusnya mudah dimengerti.


With love


TTD

The Last Name.


Read More