Minggu, 23 September 2018

Tentang Putih Abu-Abu Bagian 3

Seperti halnya cerita yang kita baca dalam novel atau film yang menjadi tontotan di setiap bioskop dan TV, semua kisah itu pasti memiliki akhir. Begitu pula dengan kisah saya di penghujung masa putih abu-abu ini. Masa dimana saya merasakan banyak hal yang tidak dimengerti secara bersamaan. Mulai dari pertemanan sampai ke pencarian jati diri. Itu semua terangkum dalam masa ini.

putih-abu-abu-bagian-3.jpg


Jumat kemarin, saya baru saja mengambil SKHUN di sekolah. Ini sekaligus menandakan kunjungan saya ke sekolah untuk yang terakhir kalinya. Untuk saat ini. Sampai waktu yang akan datang. Saya akui, sekolah terakhir saya ini banyak mengubah pola pikir saya. Lebih membuka pikiran dan hati saya terhadap hidup. Tapi juga lebih menampar saya akan realitas hidup yang terjadi bahwa, masa putih abu-abu tidak pernah semenyenangkan yang dikira. Bisa dibilang masa-masa SMK saya tak punya kisah yang indah dan dapat dikenang atau bahkan bisa membuat orang tua bangga. Di masa SMK kemarin, saya kebanyakan bertemu dengan orang yang mempunyai gengsi yang tinggi dan pecinta diri sendiri alias narsis. Dimana solidaritas hanya tentang berpikir untung rugi saja, kalau dirasa merugikan yasudah ditinggal. Persatuan pun hanya jadi wacana yang dari awal masuk selalu dielu-elukan. Hingga lulus pun tak pernah ada yang namanya bersatu, semua sibuk dengan komunitasnya sendiri.

Selain itu, saya adalah murid yang terlampau biasa. Banyak guru yang tak mengenali saya. Nilai pun tak pernah ada yang fantastis. Terus berusaha belajar, tapi tak pernah bisa melampaui Number One —sebutan saya tuk teman yang selalu rangking satu di kelas. Berjuang keras menghafal rumus dan teori, tapi tak bisa ingat seratus persen saat ujian. Tak ada yang namanya kenikmatan dalam menjalani rutinitas kehidupan di sekolah. Tidak seperti dulu saat masih SMP, saat saya bisa menikmati hari-hari. Semua hal itu membuat saya frustasi, tertekan, dan pikiran terasa sangat berat. Sungguh melelahkan memang menyelesaikan masa SMK sekaligus masa wajib belajar selama 12 tahun. Saya lulus tanpa ada yang bisa dikenang. Satu-satunya hal yang selalu saya syukuri sampai saat ini adalah saya bisa bertahan menghadapi segala tantangan besar tahun ini tanpa mengikuti pikiran-pikiran negatif beresiko tinggi yang pernah terlintas di kepala. Karena ada banyak sekali kemungkinan berbeda dari setiap kejadian jika saya mengikuti sisi gelap dalam diri ini. Akhir kisah putih abu-abu saya bisa sangat berbeda dengan apa yang telah terjadi kemarin.

melihat.png


Mungkin, saya sudah terlalu jauh untuk melihat bagaimana semua ini berakhir. Tapi saya harus segera menyadarkan diri bahwa masa putih abu-abu saya telah selesai. Sepenuhnya telah selesai. Sudah saatnya saya tuk perlahan melepaskan semua keterikatan yang melekat hingga tak ada yang tersisa. Tidak seharusnya saya selalu meratapi suatu fase yang telah sepenuhnya hancur. Mungkin langkah yang kemarin saya tempuh itu sedikit keliru, tapi saya berusaha untuk memperbaiki jalan hidup ke arah yang lebih baik. Rasa sakit ini memberi arti bahwa, ada beberapa hal di dalam hidup ini yang berjalan tak selalu sesuai dengan apa yang saya inginkan, bahkan harapan yang sudah dirancang sedemikian rupa bisa saja berubah ataupun bergeser sedikit di luar rencana dan saya terkadang tak selalu siap terlebih dahulu menghadapinya, maka dari sanalah saya belajar dewasa.


Karena yang namanya hidup, pasti selalu ada fase terjatuh. Yang mengakibatkan terjadinya perubahan besar dalam perjalanan hidup. Yang di dalamnya pasti ada penderitaan. Itu merupakan bagian yang bersifat wajib. Tetapi jika saya tak melawan, saya tak akan pernah tau siapa diri saya sebenarnya. Perih luka ini mengajarkan saya tentang bagaimana ikhlas menerima ketetapan-Nya. Jika saya tidak mampu untuk melakukan suatu hal yang baru untuk meningkatkan kualitas dan daya saing yang tinggi, saya akan terus tenggelam dalam penderitaan yang tak terbatas.


Akan ada lebih banyak fase lagi dalam hidup. Menderita hanyalah salah satu dari sekian banyak fase. Tinggal bagaimana saya untuk selalu kuat dan SABAR di setiap fase yang sedang saya lewati. Terkhusus untuk fase ini, banyak orang bilang bahwa penderitaan dikatakan sebagai kodrat manusia, artinya sudah menjadi konsekuensi manusia hidup. Bahwa manusia hidup ditakdirkan bukan hanya untuk bahagia, melainkan juga menderita. Agar hidup ini seimbang. Maka dari itu saya tak boleh pesimis, walaupun terasa sangat berat dan sakit tentunya. Karena setiap kegelapan dalam hidup, hanya saya sendiri yang bisa melewatinya. Begitu pula dengan penderitaan, hanya saya sendiri yang bisa merasakannya. Saya harus segera bangkit kembali. Saya masih memiliki hari esok, hari dimana saya harus kembali menjemput masa depan.



Sekian.


Read More