Minggu, 08 April 2018

Tentang Putih Abu-Abu Bagian 2

Dua minggu yang sangat bersejarah. Pertama pada tanggal 27 maret kemarin, Pak Manito selaku kepala sekolah saya telah habis masa jabatannya dari kursi orang nomor satu di SMK Pengkolan. Banyak warga sekolah yang berencana merayakan pelepasan kepala sekolah yang selalu bersemangat ini. Jadilah itu hari selasa warga sekolah melaksanakan upacara terakhir yang dikhususkan untuk Pak Manito. Saya pun ikut sedih mengikutinya. Walau bagaimana pun, beliau adalah kepala sekolah saya selama tiga tahun menapaki langkah di masa putih abu-abu ini. Bagi saya beliau adalah figur pemimpin terbaik diantara kepada sekolah yang lain selama saya melaksanakan wajib belajar 12 tahun terakhir ini.

pak-manito-lengser.jpg


Selamat jalan kepala sekolahku, semoga di tempat tugas yang baru kau tetap semangat membangun negeri. Kesedihan kami hari ini adalah melihat perpisahan dengan sosok kepala sekolah terhebat yang pernah kami kenal. Terima kasih atas dedikasinya dalam mendidik generasi penerus bangsa. Kami tak akan pernah melupakan jasamu.

ilustrasi-ujian-nasional.jpg


Yang kedua adalah Ujian Nasional (UN) pada tanggal 2 - 5 April. Sebuah tahap yang pasti dilalui oleh setiap murid. Saya melaksanakan Ujian ini untuk yang terakhir kalinya, rasanya antara pasrah dan senang. Saya kira saya tak akan lagi menghadapi UN karena sempat ada isu bahwa UN akan dihapuskan, tapi ternyata itu semua hanyalah wacana. Memang UN ini adalah salah satu jenis evaluasi yang dilakukan pada dunia pendidikan yang disesuaikan dengan standar pencapaian hasil secara serentak dan nasional. Beberapa teman ada yang histeris dan panik menghadapi UN. Entah itu karena belum siap secara fisik dan mental, atau takut nilainya jelek yang mengakibatkan susahnya mencari pekerjaan (bagi yang ingin langsung kerja). Kalau saya sih sudah pasrah aja bawaannya. Berserah diri kepada Sang Pencipta agar dilancarkan dalam proses pengerjaannya.

Ada yang menganggap ini adalah bagian akhir perjalanan sekolah, ada pula yang menganggap ini adalah awal dari masa depan. Terserah mau berpendapat seperti apa, itu merupakan hak kalian. Tapi yang jelas disini saya ingin menekankan bahwa berakhirnya masa sekolah yang ditandai dengan pelaksanaan UN ini bukanlah akhir dari yang namanya belajar. Dikutip dari Kompasiana, Sebuah ungkapan Latin mengatakan seperti ini, “Non Scolae Sed Vitae Discimus” yang artinya kurang lebih: “Kita belajar bukan hanya untuk sekolah, melainkan untuk Hidup”.

Belajar sangatlah penting untuk kelangsungan hidup manusia terutama untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Belajar bukanlah semata-mata pergi kesekolah menuntut ilmu dan nilai hingga lulus dan mendapatkan pekerjaan. Sekolah dan pendidikan formal hanyalah sarana dan syarat untuk menapaki jenjang pendidikan yang sudah diatur oleh Undang-Undang. Agar sebuah generasi yang ditamatkan memiliki syarat untuk bekerja atau kembali belajar ke jenjang yang lebih tinggi.

Belajar dapat diartikan adalah sesuatu yang telah kita lakukan dari waktu lahir kedunia. Ketika masih kecil kita belajar langkah demi langkah untuk dapat berbicara, berjalan dan sebagainya. Itu sudah merupakan suatu kegiatan belajar. Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa belajar merupakan sesuatu yang sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan umat manusia. Jadi belajar itu adalah proses panjang yang tidak pernah berhenti.

Saya masih ingat jelas yel-yel dari Pak Minato yang sering digunakan selama dia menjabat yaitu "Tiada hari tanpa belajar!" Dan yaa memang benar itu. Walaupun saya sudah lulus, proses belajar itu masih harus terus dilakukan. Karena belajar gak hanya di kelas, tapi di kehidupan nyata pun kita harus tetap belajar. Saat ini saya benar-benar menerapkan slogan tersebut.


tentang-putih-abu-abu-bagian-2.jpg


Berbicara tentang belajar, saat ini saya punya lebih banyak waktu luang untuk belajar lebih giat. Ya itu benar, saya walaupun sudah selesai masa sekolahnya masih terus belajar. Bagi saya, tahap terakhir dari ritual wajib kelulusan ini (baca: UN) akan menjadi awal bagi perjalanan lainnya. Perjalanan baru yang penuh dengan tantangan yang lebih besar. Karena di saat yang bersamaan saya sedang belajar untuk persiapan SBMPTN. Banyak yang bilang SBMPTN itu lebih sulit daripada UN. Maka dari itu saya mengakalinya dengan fokus belajar SBMPTN daripada UN. 


Saya sadar diri bahwa tidak ada sesuatu yang instan. Termasuk dalam menghadapi ujian SBMPTN yang tinggal hitungan hari lagi. Saya terus belajar disaat yang lain sudah terlena dengan kebebasan setelah UN. Karena sudah terlalu lama saya tidak lagi merasakan kesenangan dalam belajar dan bekerja sama halnya seperti ketika saya membaca dan menulis. Tak bisa digambarkan lagi betapa merasa stresnya saya atas hal-hal tersebut.

Banyaknya materi yang tertinggal membuat saya tak bisa santai menjalani hari. Karena saya telah menyadari bahwa setiap ilmu itu terhubung satu sama lain. Contohnya saja saat kita lulus SMP lalu ke SMA. Saat di kelas 7, banyak pelajaran di SMP yang diulang kembali di SMA. Jika kita menyia-nyiakan sekolah, bukan tidak mungkin kita akan kesulitan untuk menyesuaikan materi baru yang diajarkan. Dan sialnya, itu adalah kesalahan yang pernah saya lakukan, yaitu menyia-nyiakan masa sekolah. Saya sangat menyesalinya. Namun, pada akhirnya saya sendirilah yang harus menentukan apakah saya akan terlena dengan situasi ketertinggalan ini atau bisa kembali fokus pada misi utama, yaitu SBMPTN. Doakan saya ya sob. Semoga bulan depan saya bisa mengerjakan soal ujian SBMPTN dengan baik. Aamiin..


Read More