Minggu, 14 Januari 2018

Tentang Putih Abu-Abu

Selamat malam sobat blogger.. Alhamdulillah awal bulan kemarin saya baru saja melaksanakan pembagian rapot. Memang agak telat sih, seharusnya kan akhir tahun kemarin sehabis UAS. Berhubung para guru abis studi banding ke luar kota terus gak sempet ngurusin nilai UAS, jadinya diundur pas awal masuk sekolah ini. Gimana nilainya? Yaa kalo ditanya nilai mah lumayan dah.. Walau tak ada lagi yang spesial. Rapot yang katanya hasil kerja keras pelajar untuk satu semester, sekarang bagi saya hanyalah suatu barisan angka dan kesimpulan copas yang tersusun dengan sistematis. Dulu saya semenjak SD selalu antusias saat pembagian rapot. Ehh... saat mulai masuk SMK tepatnya saat kelas sebelas hingga sekarang rapot tak lagi menjadi suatu hal yang bisa dibanggakan. Setelah saya tau kenyataannya bahwa nilai di dalamnya hanyalah sekedar angka formalitas. Yang terkadang tanpa saya (atau bahkan KITA) sadari didapatkan dengan cara yang kurang jujur. Penuh dengan manipulasi dan tipuan. Itu bukanlah nilai yang sebenarnya. Sangat disayangkan sekali sekarang sekolah bukan lagi tempat dimana kejujuran ditanamkan pada muridnya. Terutama di jenjang yang lebih tinggi, seperti SMK ini. Saya sudah gak peduli lagi sebenarnya sama nilai rapot.

Tuntutan nilai yang tinggi dari sekolah inilah yang membuat kita mendapat tekanan yang berat, bahwa nilai yang didapat minimal harus KKM atau yaa syukur-syukur kalo bisa melampauinya. Karena pada dasarnya sistem pendidikan kita ini masih mengacu pada nilai. Kita berlomba-lomba melakukan segala hal tuk mendapatkan nilai yang bagus. Sekolah pun seakan mendukungnya agar menjadi sekolah terbaik atau favorit lah istilahnya dengan mengakumulasi nilai rapot muridnya. Jadi, bukan hal yang aneh jika murid yang kurang pintar pun bisa dapat nilai delapan keatas hampir di setiap mata pelajaran. Bukan hal yang aneh memang. Pemikiran seperti inilah yang tertanam sangat dalam pada diri kita sebagai pelajar. Bahwa yang dilihat itu adalah hasil akhirnya, bukan proses untuk mendapatkan ilmu itu sendiri. 

Menurut saya, guru yang paling berpengaruh dalam membantu saya mendapatkan ilmu adalah guru SD. Karena mereka lah orang yang sangat berjasa dalam memberikan ilmu yang benar-benar masih terasa manfaatnya hingga sekarang. Mereka lah yang pertama kali membantu saya memegang pensil untuk menulis yang baik. *Walaupun pada akhirnya saya belajar otodidak tuk menulis karena saya Kidal. :D Mereka juga lah yang memberikan saya dorongan agar berani berbuat benar dan membiasakan saya tuk selalu siap bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukan. Mereka membimbing saya ke arah kebaikan. Dan akibatnya saya selalu menjadi yang teratas, paling nggak saya selalu masuk lima besar. Ini semua berkat ketulusan para guru SD. Saya tak pernah melupakan jasanya. Sekarang saya hanya ingin berterima kasih. Yang dulu tak pernah sempat tuk disampaikan karena ketidaksanggupan saya berkata, saya pikir mereka pun pastinya sudah paham ketika acara kelulusan melihat anak didik nya tersenyum bahagia seakan mengucapkan rasa terima kasih secara tidak langsung. 

Ohh yaa.. Berbicara tentang masa sekolah. Saya jadi terlintas di pikiran sedikit unek-unek tentang apa yang selama ini saya rasakan di masa putih abu-abu. Ini tentang suatu hal yang sebenarnya kurang penting juga sih, tapi sepertinya harus saya keluarkan segera agar tak menumpuk di otak saya seperti sampah. Yang bisa aja setiap saat mengubur pikiran ini ke dalam jurang yang bernama keputusasaan. Wah mengerikan bukan..? Okelah daripada kelamaan langsung aja disimak ya sob. Jadi begini ceritanya... 

tentang-putih-abu-abu.jpg

Ketika saya memutuskan untuk masuk SMK, secara otomatis saya harus mengerahkan seluruh tenaga, waktu, dan tentunya uang tuk fokus pada pilihan hidup yang telah ditetapkan ini. Tapi ada satu hal yang mengganjal, yaitu kenyamanan. Entah kenapa semakin lama saya semakin berkurang minatnya terhadap jurusan yang saya pilih. Saya merasa kurang nyaman dengan apa yang mereka perlakukan kepada saya. Teman, lingkungan sekolah, dan guru, semua sama saja. Mereka tak mengerti apa yang saya rasakan. Semakin lama saya menempuh jalan hidup ini, semakin banyak pula rasa sakit yang telah saya korbankan. 

Sudah lima semester saya menempuh pendidikan di jenjang SMK. Itu berarti ini adalah semester terakhir bagi saya dan saya akan segera menyelesaikan masa sekolah sekaligus masa wajib belajar selama 12 tahun. Ini adalah akhir perjalanan sekolah saya, tapi entah kenapa tak ada perasaan senang ataupun bahagia sama sekali. Yang ada hanyalah perasaan bersalah mengingat masa lalu yang terus menghantui. Hiks hiks hiks.. Sangat hampa rasanya saya menyudahi masa sekolah ini. Mungkinkah harus saya ratapi dalam-dalam semua perasaan aneh ini. Hmm.. Disetiap waktu pulang sekolah, terkadang saya melamun dan suka merasa sedih kalau melihat anak yang berseragam SMA. Saya sedih karena gak bisa benar-benar merasakan apa yang seharusnya terjadi di masa putih abu-abu ini. Di jenjang tertinggi wajib belajar selama 12 tahun ini. Yang katanya masa sekolah terindah. Yang katanya masa yang sulit untuk dilupakan. Yang katanya punya banyak kenangan. Yang katanya masa yang paling berkesan. Cihh.. Omong kosong! Sampe sekarang saya gak bisa menikmati kata-kata tersebut. Saya rasa sudah hampir TIDAK mungkin untuk saya bisa menikmati apa yang disebut dengan 'keindahan' tersebut. Saya merasa ada yang beda dengan kebanyakan orang diluar sana. Mereka terlihat sejahtera. Mereka kelihatannya hanya tahu tentang kesenangan semata. Dan lebih enaknya lagi yaitu dimudahkannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Mereka setidaknya sudah pernah mempelajari materi ipa/ips. Sedangkan saya sama sekali tidak. Saya benar-benar merasa 'buta' akan materi kuliah. Saya sedih sekali karena harus berjuang keras sendiri. :(

Kebanyakan 80% temen di kelas saya ingin langsung bekerja, 15% ada yang mau lanjut pendidikan tapi masih pada galau mau ngambil jurusan apa, sisanya ada belum menentukan pilihan mau dibawa kemana hidupnya setelah lulus sekolah nanti. Bilangnya,  liat aja nanti gimana... mengikuti arus yang entah kemana akan berlabuh. Kalau saya sih udah punya tujuan, yaitu mau lanjut pendidikan yang lebih tinggi. Saya juga sudah tau ngambil jurusan apa, tinggal eksekusinya nih yang agak susah. Karena saya harus menyeimbangkan antara ngejar materi SMK yang cukup memberatkan dan materi SMA tingkat lanjut yang ada di ujian SBMPTN. Jujur aja, materi SMK ini sangat menguras otak. Banyak tekanan sana sini untuk dapat menyelesaikannya sesuai target sebelum UKK (Ujian Kompetensi Keahlian) dilaksanakan. Saya bingung ingin membagi fokus kemana, saya ingin sekali ada seseorang yang dapat membimbing saya untuk mengajarkan materi SBMPTN ini. Tapi apa daya, tak ada satupun yang peduli. Emangnya gak punya temen yang SMA? Halahhh.. Boro-boro inget dengan saya. Mungkin mereka sudah melupakan saya, kelihatannya mereka udah sibuk dengan dunianya masing-masing. Kalau dikatakan sedih mah yaa sedih dah.. Gak tau lagi harus dijalani dengan apa agar saya bisa terus menatap masa depan. Semoga aja saya bisa kuat menghadapi kenyataan pahit ini. Hufftt.. 
Read More