Ketika seluruh dunia menjauh dariku.
Ketika sudah hancur tapi tetap harus melangkah.
Ketika aku harus berjuang sendirian.
Lima tahun yang lalu aku memang masih naif melihat dunia, tapi sekarang aku sudah paham betul bagaimana dunia ini berjalan. Sungguh berbeda dengan apa yang selama ini aku bayangkan. Diawali dengan ketidaksukaan ku terhadap lingkungan yang semakin hari semakin beracun, aku melihat bahwa masa depan tak selamanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Terkadang ada beberapa hal yang harus diubah sedikit dari rencana semula. Siap gak siap aku harus bisa menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.
Ada satu hal yang selalu terpikir dalam benakku saat ini apakah aku harus takut terhadapnya atau tidak. Satu hal tersebut adalah tersesat. Sepertinya ada benih rasa takut dalam pikiranku jika sampai aku tersesat. Melenceng dari "jalan yang lurus". Karena aku merasa semakin hari semakin menjauh dari jalan kebenaran. Hampir setiap hari aku menuliskan cita-cita dan harapan agar bisa menjadi termotivasi. Namun motivasi tetap lah motivasi. kejenuhan hati dan kebutaan akan kenyataan yang ada membuatku tak pernah merasa tenang. Aku terjebak dalam krisis realitas. Gelisah diri ini memahami makna hidup yang terus dicari namun belum terlihat sedikit pun tanda-tandanya.
Aku hanya ingin ditanya apakah aku baik-baik saja atau tidak. Aku ingin agar orang-orang tahu betapa tersiksanya aku dibalik topeng yang selalu aku tampilkan. Aku ingin mendapat perhatian orang lain. Perhatian yang benar-benar berhati. Tak hanya sekedar ingin tau saja. Tapi sepertinya itu hanyalah angan-angan. Tak ada yang benar-benar peduli dengan hal psikis seperti ini. Bisa-bisa aku dianggap kurang iman lagi. Hingga kini tak ada seorang pun yang tahu, bahkan ibuku. Aku terlalu malu pada diriku sendiri.
Mungkin sudah hakekat jalanku meraba dalam gelap. Meratapi nasib buruk ini sendirian tanpa adanya cahaya harapan. Berlari bersama lamunan malam. Menghimpun sisa tenaga. Berusaha untuk tetap bertahan di tengah ketidakberdayaan diri. Terus berupaya mencari jalan keluar, walau banyak duri yang menancap, tetap kulalui. Teman pun seolah lari menjauh. Kini tinggal aku sendiri. Mencoba bangkit dari keterpurukan, meski jatuh, bangkit dan jatuh lagi. Keadaan seperti ini, cukup lama aku rasakan..
Aku menderita.
Aku ingin bebas dari derita ini.
Aku tahu apa yang harus kulakukan,...
"
...tapi aku tak punya kekuatan untuk melakukannya."
Maukah kalian membantuku?
Gimana nilainya?Yaa kalo ditanya nilai mah lumayan dah.. Walau tak ada lagi yang spesial. Rapot yang katanya hasil kerja keras pelajar untuk satu semester, sekarang bagi saya hanyalah suatu barisan angka dan kesimpulan copas yang tersusun dengan sistematis. Dulu saya semenjak SD selalu antusias saat pembagian rapot. Ehh... saat mulai masuk SMK tepatnya saat kelas sebelas hingga sekarang rapot tak lagi menjadi suatu hal yang bisa dibanggakan. Setelah saya tau kenyataannya bahwa nilai di dalamnya hanyalah sekedar angka formalitas. Yang terkadang tanpa saya (atau bahkan KITA) sadari didapatkan dengan cara yang kurang jujur. Penuh dengan manipulasi dan tipuan. Itu bukanlah nilai yang sebenarnya. Sangat disayangkan sekali sekarang sekolah bukan lagi tempat dimana kejujuran ditanamkan pada muridnya. Terutama di jenjang yang lebih tinggi, seperti SMK ini. Saya sudah gak peduli lagi sebenarnya sama nilai rapot.
liat aja nanti gimana...mengikuti arus yang entah kemana akan berlabuh. Kalau saya sih udah punya tujuan, yaitu mau lanjut pendidikan yang lebih tinggi. Saya juga sudah tau ngambil jurusan apa, tinggal eksekusinya nih yang agak susah. Karena saya harus menyeimbangkan antara ngejar materi SMK yang cukup memberatkan dan materi SMA tingkat lanjut yang ada di ujian SBMPTN. Jujur aja, materi SMK ini sangat menguras otak. Banyak tekanan sana sini untuk dapat menyelesaikannya sesuai target sebelum UKK (Ujian Kompetensi Keahlian) dilaksanakan. Saya bingung ingin membagi fokus kemana, saya ingin sekali ada seseorang yang dapat membimbing saya untuk mengajarkan materi SBMPTN ini. Tapi apa daya, tak ada satupun yang peduli. Emangnya gak punya temen yang SMA? Halahhh.. Boro-boro inget dengan saya. Mungkin mereka sudah melupakan saya, kelihatannya mereka udah sibuk dengan dunianya masing-masing. Kalau dikatakan sedih mah yaa sedih dah.. Gak tau lagi harus dijalani dengan apa agar saya bisa terus menatap masa depan. Semoga aja saya bisa kuat menghadapi kenyataan pahit ini. Hufftt..