Sabtu, 17 Februari 2018

Dalam Tekanan

Saya dihadapkan pada suatu situasi yang saya pikir, sulit tuk mencari jalan keluarnya. Saya merasa sekarang adalah puncak dari hari-hari buruk yang telah dilalui. Puncak dari segala rasa sakit saya. Sebuah awan hitam yang menggantung tepat di atas kepala saya. Menutup cahaya harapan yang setiap hari menyinari raga ini. Membuat saya menjadi lesu menjalani rutinitas. Saya selalu menghabiskan waktu seharian dengan penyesalan, sambil meratapi penderitaan. Dan Menghabiskan malam dengan lamunan yang entah kenapa berujung dengan penyesalan, sampai terus terjaga hingga dini hari. Setelah itu baru dah teringat akan kematian. Sebuah rasa dingin yang bisa masuk ke dasar hati, yang setiap saat dapat menghampiri saya tanpa izin. Saya belum siap menghadapi itu semua, karena masih banyak mimpi dan harapan yang belum terwujud hingga saat ini. 



Saya teramat sangat kesal dengan diri saya. Masa akhir kelas dua belas ini tak hanya dihabiskan dengan mengikuti berbagai ritual wajib kelulusan tapi juga dengan menyalahkan diri sendiri. Dulu saya termasuk siswa yang tergolong cukup pintar apalagi saat SD. Tapi setelah masuk SMK, tepatnya saat kelas sebelas sehabis PKL, kemampuan saya langsung terjun bebas. Contoh kecilnya yaitu, saya sering mengalami blank dalam ulangan. Padahal hari sebelumnya saya sudah mempersiapkan semuanya dengan baik. Entah kenapa, semacam ada penurunan kemampuan akademik saya. Sampai sekarang semester akhir, saya rasanya semakin kehilangan minat akan sesuatu yang dulu bikin saya sangat antusias menyambutnya, yaitu jurusan akuntansi. Dulu saat awal-awal saya cukup menyukainya. Setiap materi itu kesannya seru dan menantang. Dan karena cowoknya dikit, jadi saya merasa keren banget bisa menguasai materi akuntansi. Tapi sekarang tinggal angan-angan. Saya merasa gagal dalam menjalani rutinitas kehidupan ini. Banyaknya orang yang merusak dan merendahkan diri saya membuat saya merasa terpuruk dalam penderitaan. Dan saya berkali-berkali berpikir tentang akhir. Hidup terasa gelap tanpa ada cahaya sedikitpun. Ingin menyelesaikan secepatnya apa yang telah saya mulai. Saya mengalami tekanan yang luar biasa. 


Ada saat-saat dimana saya duduk sendiri di dalam kamar. Merenungi nasib buruk yang sedang menimpa saya, hingga tengah malam sambil menangis dalam hati. Saya tidak tahu apa yang salah dengan saya. Terkadang saya merasa telah menjadi lebih baik di satu hari, dan entah kenapa merasa benar-benar hancur keesokan harinya. Inilah gejolak batin yang terus menerus mengiris hari-hari saya. Walau saya terus melawan, tetap saja kalah. Saya kecewa terhadap diri saya sendiri. Saya mencoba tuk mengontrol rasa sakit dengan kata-kata dan pemikiran. Semampunya. Tapi itu belum cukup tuk membendung beban emosional saya. Bisa dibilang tekanan yang sedang melanda hidup saya ini muncul atas ketidaksanggupan jiwa menghadapi situasi yang belum bisa saya terima seutuhnya. Rasanya saya ingin keluar, tapi dari apa? Bukankah sudah terlambat? 

Hmm.. 

Read More

Minggu, 04 Februari 2018

Duri Dalam Daging

Ketika seluruh dunia menjauh dariku.


Ketika sudah hancur tapi tetap harus melangkah.


Ketika aku harus berjuang sendirian.





Lima tahun yang lalu aku memang masih naif melihat dunia, tapi sekarang aku sudah paham betul bagaimana dunia ini berjalan. Sungguh berbeda dengan apa yang selama ini aku bayangkan. Diawali dengan ketidaksukaan ku terhadap lingkungan yang semakin hari semakin beracun, aku melihat bahwa masa depan tak selamanya berjalan lancar sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Terkadang ada beberapa hal yang harus diubah sedikit dari rencana semula. Siap gak siap aku harus bisa menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut.

Ada satu hal yang selalu terpikir dalam benakku saat ini apakah aku harus takut terhadapnya atau tidak. Satu hal tersebut adalah tersesat. Sepertinya ada benih rasa takut dalam pikiranku jika sampai aku tersesat. Melenceng dari "jalan yang lurus". Karena aku merasa semakin hari semakin menjauh dari jalan kebenaran. Hampir setiap hari aku menuliskan cita-cita dan harapan agar bisa menjadi termotivasi. Namun motivasi tetap lah motivasi. kejenuhan hati dan kebutaan akan kenyataan yang ada membuatku tak pernah merasa tenang. Aku terjebak dalam krisis realitas. Gelisah diri ini memahami makna hidup yang terus dicari namun belum terlihat sedikit pun tanda-tandanya. 


mind-confused.jpg

Aku hanya ingin ditanya apakah aku baik-baik saja atau tidak. Aku ingin agar orang-orang tahu betapa tersiksanya aku dibalik topeng yang selalu aku tampilkan. Aku ingin mendapat perhatian orang lain. Perhatian yang benar-benar berhati. Tak hanya sekedar ingin tau saja. Tapi sepertinya itu hanyalah angan-angan. Tak ada yang benar-benar peduli dengan hal psikis seperti ini. Bisa-bisa aku dianggap kurang iman lagi. Hingga kini tak ada seorang pun yang tahu, bahkan ibuku. Aku terlalu malu pada diriku sendiri.


Mungkin sudah hakekat jalanku meraba dalam gelap. Meratapi nasib buruk ini sendirian tanpa adanya cahaya harapan. Berlari bersama lamunan malam. Menghimpun sisa tenaga. Berusaha untuk tetap bertahan di tengah ketidakberdayaan diri. Terus berupaya mencari jalan keluar, walau banyak duri yang menancap, tetap kulalui. Teman pun seolah lari menjauh. Kini tinggal aku sendiri. Mencoba bangkit dari keterpurukan, meski jatuh, bangkit dan jatuh lagi. Keadaan seperti ini, cukup lama aku rasakan..





Aku menderita.


Aku ingin bebas dari derita ini.
Aku tahu apa yang harus kulakukan,...


" ...tapi aku tak punya kekuatan untuk melakukannya."  


Maukah kalian membantuku?



Read More

Minggu, 14 Januari 2018

Tentang Putih Abu-Abu

Selamat malam sobat blogger.. Alhamdulillah awal bulan kemarin saya baru saja melaksanakan pembagian rapot. Memang agak telat sih, seharusnya kan akhir tahun kemarin sehabis UAS. Berhubung para guru abis studi banding ke luar kota terus gak sempet ngurusin nilai UAS, jadinya diundur pas awal masuk sekolah ini. Gimana nilainya? Yaa kalo ditanya nilai mah lumayan dah.. Walau tak ada lagi yang spesial. Rapot yang katanya hasil kerja keras pelajar untuk satu semester, sekarang bagi saya hanyalah suatu barisan angka dan kesimpulan copas yang tersusun dengan sistematis. Dulu saya semenjak SD selalu antusias saat pembagian rapot. Ehh... saat mulai masuk SMK tepatnya saat kelas sebelas hingga sekarang rapot tak lagi menjadi suatu hal yang bisa dibanggakan. Setelah saya tau kenyataannya bahwa nilai di dalamnya hanyalah sekedar angka formalitas. Yang terkadang tanpa saya (atau bahkan KITA) sadari didapatkan dengan cara yang kurang jujur. Penuh dengan manipulasi dan tipuan. Itu bukanlah nilai yang sebenarnya. Sangat disayangkan sekali sekarang sekolah bukan lagi tempat dimana kejujuran ditanamkan pada muridnya. Terutama di jenjang yang lebih tinggi, seperti SMK ini. Saya sudah gak peduli lagi sebenarnya sama nilai rapot.

Tuntutan nilai yang tinggi dari sekolah inilah yang membuat kita mendapat tekanan yang berat, bahwa nilai yang didapat minimal harus KKM atau yaa syukur-syukur kalo bisa melampauinya. Karena pada dasarnya sistem pendidikan kita ini masih mengacu pada nilai. Kita berlomba-lomba melakukan segala hal tuk mendapatkan nilai yang bagus. Sekolah pun seakan mendukungnya agar menjadi sekolah terbaik atau favorit lah istilahnya dengan mengakumulasi nilai rapot muridnya. Jadi, bukan hal yang aneh jika murid yang kurang pintar pun bisa dapat nilai delapan keatas hampir di setiap mata pelajaran. Bukan hal yang aneh memang. Pemikiran seperti inilah yang tertanam sangat dalam pada diri kita sebagai pelajar. Bahwa yang dilihat itu adalah hasil akhirnya, bukan proses untuk mendapatkan ilmu itu sendiri. 

Menurut saya, guru yang paling berpengaruh dalam membantu saya mendapatkan ilmu adalah guru SD. Karena mereka lah orang yang sangat berjasa dalam memberikan ilmu yang benar-benar masih terasa manfaatnya hingga sekarang. Mereka lah yang pertama kali membantu saya memegang pensil untuk menulis yang baik. *Walaupun pada akhirnya saya belajar otodidak tuk menulis karena saya Kidal. :D Mereka juga lah yang memberikan saya dorongan agar berani berbuat benar dan membiasakan saya tuk selalu siap bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukan. Mereka membimbing saya ke arah kebaikan. Dan akibatnya saya selalu menjadi yang teratas, paling nggak saya selalu masuk lima besar. Ini semua berkat ketulusan para guru SD. Saya tak pernah melupakan jasanya. Sekarang saya hanya ingin berterima kasih. Yang dulu tak pernah sempat tuk disampaikan karena ketidaksanggupan saya berkata, saya pikir mereka pun pastinya sudah paham ketika acara kelulusan melihat anak didik nya tersenyum bahagia seakan mengucapkan rasa terima kasih secara tidak langsung. 

Ohh yaa.. Berbicara tentang masa sekolah. Saya jadi terlintas di pikiran sedikit unek-unek tentang apa yang selama ini saya rasakan di masa putih abu-abu. Ini tentang suatu hal yang sebenarnya kurang penting juga sih, tapi sepertinya harus saya keluarkan segera agar tak menumpuk di otak saya seperti sampah. Yang bisa aja setiap saat mengubur pikiran ini ke dalam jurang yang bernama keputusasaan. Wah mengerikan bukan..? Okelah daripada kelamaan langsung aja disimak ya sob. Jadi begini ceritanya... 

tentang-putih-abu-abu.jpg

Ketika saya memutuskan untuk masuk SMK, secara otomatis saya harus mengerahkan seluruh tenaga, waktu, dan tentunya uang tuk fokus pada pilihan hidup yang telah ditetapkan ini. Tapi ada satu hal yang mengganjal, yaitu kenyamanan. Entah kenapa semakin lama saya semakin berkurang minatnya terhadap jurusan yang saya pilih. Saya merasa kurang nyaman dengan apa yang mereka perlakukan kepada saya. Teman, lingkungan sekolah, dan guru, semua sama saja. Mereka tak mengerti apa yang saya rasakan. Semakin lama saya menempuh jalan hidup ini, semakin banyak pula rasa sakit yang telah saya korbankan. 

Sudah lima semester saya menempuh pendidikan di jenjang SMK. Itu berarti ini adalah semester terakhir bagi saya dan saya akan segera menyelesaikan masa sekolah sekaligus masa wajib belajar selama 12 tahun. Ini adalah akhir perjalanan sekolah saya, tapi entah kenapa tak ada perasaan senang ataupun bahagia sama sekali. Yang ada hanyalah perasaan bersalah mengingat masa lalu yang terus menghantui. Hiks hiks hiks.. Sangat hampa rasanya saya menyudahi masa sekolah ini. Mungkinkah harus saya ratapi dalam-dalam semua perasaan aneh ini. Hmm.. Disetiap waktu pulang sekolah, terkadang saya melamun dan suka merasa sedih kalau melihat anak yang berseragam SMA. Saya sedih karena gak bisa benar-benar merasakan apa yang seharusnya terjadi di masa putih abu-abu ini. Di jenjang tertinggi wajib belajar selama 12 tahun ini. Yang katanya masa sekolah terindah. Yang katanya masa yang sulit untuk dilupakan. Yang katanya punya banyak kenangan. Yang katanya masa yang paling berkesan. Cihh.. Omong kosong! Sampe sekarang saya gak bisa menikmati kata-kata tersebut. Saya rasa sudah hampir TIDAK mungkin untuk saya bisa menikmati apa yang disebut dengan 'keindahan' tersebut. Saya merasa ada yang beda dengan kebanyakan orang diluar sana. Mereka terlihat sejahtera. Mereka kelihatannya hanya tahu tentang kesenangan semata. Dan lebih enaknya lagi yaitu dimudahkannya untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Mereka setidaknya sudah pernah mempelajari materi ipa/ips. Sedangkan saya sama sekali tidak. Saya benar-benar merasa 'buta' akan materi kuliah. Saya sedih sekali karena harus berjuang keras sendiri. :(

Kebanyakan 80% temen di kelas saya ingin langsung bekerja, 15% ada yang mau lanjut pendidikan tapi masih pada galau mau ngambil jurusan apa, sisanya ada belum menentukan pilihan mau dibawa kemana hidupnya setelah lulus sekolah nanti. Bilangnya,  liat aja nanti gimana... mengikuti arus yang entah kemana akan berlabuh. Kalau saya sih udah punya tujuan, yaitu mau lanjut pendidikan yang lebih tinggi. Saya juga sudah tau ngambil jurusan apa, tinggal eksekusinya nih yang agak susah. Karena saya harus menyeimbangkan antara ngejar materi SMK yang cukup memberatkan dan materi SMA tingkat lanjut yang ada di ujian SBMPTN. Jujur aja, materi SMK ini sangat menguras otak. Banyak tekanan sana sini untuk dapat menyelesaikannya sesuai target sebelum UKK (Ujian Kompetensi Keahlian) dilaksanakan. Saya bingung ingin membagi fokus kemana, saya ingin sekali ada seseorang yang dapat membimbing saya untuk mengajarkan materi SBMPTN ini. Tapi apa daya, tak ada satupun yang peduli. Emangnya gak punya temen yang SMA? Halahhh.. Boro-boro inget dengan saya. Mungkin mereka sudah melupakan saya, kelihatannya mereka udah sibuk dengan dunianya masing-masing. Kalau dikatakan sedih mah yaa sedih dah.. Gak tau lagi harus dijalani dengan apa agar saya bisa terus menatap masa depan. Semoga aja saya bisa kuat menghadapi kenyataan pahit ini. Hufftt.. 
Read More