Sabtu, 15 November 2014

Artinya Waktu dan Kiamat yang Lari Mendekati Kamu


Waktu bagi kebanyakan orang hanyalah sebatas tanda pengingat ketika saat jam kantor. Pengingat masuknya waktu salat, pembeda antara siang dan malam, atau sebagai tanda bergantinya tahun demi tahun yang selalu dirayakan.

Namun, sebenarnya waktu jauh dari sekadar pengingat hal-hal yang diungkapkan di atas. Apa itu? Yaitu pengingat akan dekatnya hari kiamat. Hari berakhirnya kehidupan di alam semesta. Mengapa demikian?

Hal ini terungkap ketika kita mencoba menelaah penggunaan kata-kataal-Waqt dalam Alquran yang sering dikaitkan dengan terjadinya peristiwa hari kiamat. Jadi, al-Waqt dalam Alquran lebih menunjukkan kepada hari kiamat.

Kata al-Waqt hanya dipakai dua kali dalam Alquran, yaitu terdapat pada QS al-Hijr ayat 38 dan QS Shad ayat 81 dalam bentuk kalimat yang sama, Ilaa yaumi al-Waqti al-Ma’luum yang artinya sampai waktu yang telah ditentukan. Tak lain, ini merupakan tanda permulaan hari kiamat.

Dengan demikian, hari kiamat adalah hakikat waktu itu sendiri yang mengingatkan kita kiamat telah dekat. Ada masanya di pengujung perjalanan hidup kita di dunia ini akan bertemu dengan kiamat.

Bagaimana tidak? Semakin bertambahnya waktu hari kiamat semakin dekat, bumi semakin tua, hanya tinggal menunggu waktu hancurnya saja, begitu juga umur kita yang semakin lama semakin tua. Semua itu menunjukkan kiamat itu benar adanya.

Logikanya, makanan yang kita makan memiliki masa kedaluwarsa, tumbuh-tumbuhan, hewan, juga manusia akan melewati masanya, yaitu kematian. Begitu juga jagat raya ini, memiliki masa akhir, yaitu kiamat. Jadi, semua pasti ada akhirnya.

Hidup hanyalah sementara, tidak selamanya. “Allah telah menciptakan kamu sekalian dalam keadaan lemah, lalu menjadikan kamu dari keadaan lemah itu menjadi kuat, lalu menjadikan dari keadaan kuat itu lemah dan beruban.” (QS al-Ruum [30]: 54).

Manusia kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT tentang apa yang telah mereka perbuat selama ini. Tidak heran, pertanyaan mendasar yang dilontarkan pada hari kiamat adalah tentang waktu.

Dari Muadz bin Jabal, sesungguhnya Nabi SAW bersabda, “Tidak akan bergeser sepasang kaki seorang hamba pada hari kiamat, sehingga ia ditanya empat perkara; bagaimana umurnya ia habiskan, bagaimana waktu muda ia gunakan, bagaimana harta bendanya didapatkan dan dibelanjakan, dan apa yang telah dikerjakan dengan ilmunya.” (HR Thabrani dengan sanad yang sahih).

Jadi, sudah siapkah kita bertemu dengan hari kiamat? Untuk itu, sudah saatnya kita instrospeksi diri kita, sudah sampai di mana amalan kita? Ke mana saja umur kita habiskan?

Manfaatkalah waktu yang ada sebelum waktu itu berlalu, betapapun panjangnya umur manusia di dunia ini, sesungguhnya ia tetap pendek, selama penutup hidup adalah kematian. Seorang penyair berkata, “Jika akhir usia adalah kematian, tidak ada bedanya panjang atau pendeknya usia itu.”


© Source | Dengan perubahan seperlunya

Read More

Selasa, 04 November 2014

Satu Kalimat sederhana yang Sanggup Menjebol Tembok Yajuj & Majuj

Di antara bangsa-bangsa manusia, tidak ada bangsa yang sekuat ya’juj ma’juj, sekejam ya’juj ma’juj, dan sebanyak ya’juj ma’juj. Namun tidak disangka, bahwa kelak yang membebaskan mereka dari tembok kokoh Dzulqarnain adalah kalimat ‘Insya Allah’. Untuk lebih jelasnya berikut ini diberikan uraian lengkapnya. 

Nabi Sulaiman a.s. lupa mengatakan "Insya Allah" saat mengatakan, "Malam ini aku akan menyetubuhi 60 atau 70 istriku sehingga merekahamil. Lalu, setiap istriku melahirkan seorang anak lelaki yang akan menjadi mujahid penunggang kuda fisabilillah." maka ia pun gagalmemiliki anak (Kisah Nabi Sulaiman ini terabadikan dalam hadis riwayat Bukhari danMuslim)

Ketika malam itu beliau memang menyetubuhi 60 atau 70 istrinya, tetapi yang hamil hanya salah satu diantara istrinya. Bahkan anak yang dilahirkannya pun dalam keadaan tidak sempurna fisiknya. Dalam hal ini Rasulullah saw bersabda : "Kalau saja Nabi Sulaiman as mengucapkan insya Allah, niscaya mereka akan berjihad di jalan Allah sebagai penunggang kuda semuanya." (HR Bukhari dan Muslim)

Nabi Muhammad SAW pernah ditanya oleh An-Nadhar bin Al-Harits dan ‘Uqbah bin Ani Mu’ith sebagai utusan kaum kafir Quraisy. Pertanyaan yang diajukan oleh kedua orang ini adalah bagaimana kisah Ashabul Kahfi?, Bagaimana kisah Dzulqarnain?, dan Apa yang dimaksud dengan Ruh?.

Rasulullah SAW bersabda kepada dua orang itu, “Besok akan saya ceritakan dan saya jawab.” Akan tetapi Rasulullah SAW lupa mengucapkan “Insya Allah”. Akibatnya wahyu yang datang setiap kali beliau menghadapi masalah pasti terputus selama 15 hari.

Sedangkan orang Quraisy setiap hari selalu menagih janji kepada Rasulullah saw dan berkata “Mana ceritanya? besok.. besok.. besok..” Ketika itu Rasulullah saw sangat bersedih. Akhirnya Allah menurunkan wahyu surat Al-Kahfi yang berisi jawaban kedua pertanyaan pertama, pertanyaan ketiga berada dalam surat Al-Israa ayat 85.

Allah berfirman pada akhir surat Al-Kahfii :
“Janganlah kamu sekali-kali mengatakan, ‘Sesungguhnya saya akan melakukan hal ini besok,’ kecuali dengan mengatakan Insya Allah.” (QS Al-Kahfi :23-24)




Sebuah kalimat yang sering kita salah artikan tetapi orang yang paling mulia disisiNya, yang telah diampuni dosanya baik yang telah lalu dan yang akan datang pun ditegur oleh Allah SWT karena lupa mengucapkan “Insyaa Allah”. Ada rahasia besar apa dibalik kalimat Insya Allah?

Perhatikan petikan ayat diatas, di ayat tersebut Allah memerintahkan manusia ketika semua rencana sudah matang dan pasti janganlah mengatakan “Sesungguhnya aku akan mengerjakan besok” tetapi harus diikuti dengan ucapan Insya Allah.

Sebab ucapan “Sesungguhnya aku akan mengerjakan besok” adalah sebuah ‘ucapan kepastian’, keyakinan diri jika hal itu benar-benar akan dilakukannya, bukan keraguan-keraguannya.

Benar, Insya Allah adalah penegas ucapan kepastian dan keyakinan. Bukan keragu-raguan. Dari situlah tubuh kita mengeluarkan semacam kekuatan dan kepasrahan total yang tidak kita sadari sebagai syarat utama tercapainya sebuah keberhasilan.

Manusia hanya berencana dan berikhtiar, Allah yang menentukan hasilnya. Manusia terlalu lemah untuk mengucapkan ‘pasti’, karena Allah sebagai sang pemilik tubuh ini dapat berkehendak lain.

Ingat baik baik! Jika kalian tidak yakin atau tidak dapat memastikan sebuah rencana, maka jangan pernah mengatakan Insya Allah, cukup katakan saja “Maaf, saya tidak bisa” atau “Maaf, saya tidak dapat menghadiri …”

Tetapi bila kalian yakin bisa melakukan rencana itu, maka katakanlah “Insya Allah”, niscaya kalian akan melihat sebuah ketentuan Allah sesuai dengan apa yang telah dijanjikan oleh-Nya.

“Mereka (Ya’juj & Ma’juj) berusaha untuk keluar dengan berbagai cara, hingga sampai saat matahari akan terbenam mereka telah dapat membuat sebuah lobang kecil untuk keluar. Lalu pemimpinnya berkata,’Besok kita lanjutkan kembali pekerjaan kita dan besok kita pasti bisa keluar dari sini.”

“Namun keesokkan harinya lubang kecil itu sudah tertutup kembali seperti sedia kala atas kehendak Allah. Mereka pun bingung tetapi mereka bekerja kembali untuk membuat lubang untuk keluar. Demikian kejadian tersebuat terjadi berulang-ulang.”

“Hingga kelak menjelang Kiamat, di akhir sore setelah membuat lubang kecil pemimpin mereka tanpa sengaja berkata, “Insya Allah, Besok kita lanjutkan kembali pekerjaan kita dan besok kita bisa keluar dari sini.”

“Maka keesokan paginya lubang kecil itu ternyata masih tetap ada, kemudian terbukalah dinding tersebut sekaligus kegaibannya dari penglihatan masyarakat luar sebelumnya.”

“Dan Kaum Ya’juj dan Ma’juj yang selama ribuan tahun terkurung telah berkembang pesat jumlahnya akan turun bagaikan air bah memuaskan nafsu makan dan minumnya di segala tempat yang dapat mereka jangkau di bumi.”
Jika kaum perusak sekelas ya’juj dan ma’juj saja bisa berhasil meskipun tanpa sengaja mengucapkan Insya Allah, bagaimanakah halnya dengan kita. Apalagi jika disertai dengan kesadaran dan penuh kepastian mengucapkannya. Yakinlah, janji Allah SWT selalu benar, Dia-lah sebaik baik penepat janji.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Ibnu Harmalah dari bibinya berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Kamu mengatakan tidak ada permusuhan, padahal sesungguhnya kamu senantiasa memerangi musuh, sehingga datanglah Ya’juj dan Ma’juj; yang lebar jidatnya, sipit matanya, menyala (merah) rambutnya, mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi, wajahnya seperti martil.”

Jika kaum perusak sekelas Ya’juj dan Ma’juj saja bisa berhasil meskipun tanpa sengaja mengucapkan Insya Allah, bagaimanakah halnya dengan kita umat islam? apalagi jika disertai dengan kesadaran dan penuh kepastian mengucapkannya. Yakinlah.Janji Allah swt selalu benar, Dia lah sebaik baik penepat Janji.

Wallahu’alam bishshawab...

© Source | Dengan perubahan seperlunya


Read More

Minggu, 02 November 2014

Bersyukur itu nikmat

Selamat malam.. Berhubung kemaren saya sakit, saya jadi terinspirasi bukunya Akbar Zainuddin yg berjudul Man Jadda Wajadda yg dlm salah satu nya membahas ttg rasa bersyukur walaupun di timpa cobaan, karna kondisi saya udah agak mendingan, kali ini akan saya sebarkan biar kalian mungkin terinspirasi.

Waidzaa kunta fi ni'matin far'aha, fainnal-ma'ashi tuziilun-ni'ama
Jikalau kamu telah mendapatkan nikmat, jagalah nikmat itu, karena sesungguhnya kemaksiatan itu menghilangkan nikmat.



Bersyukur berasal dari bahasa Arab, “syakara“ yg berarti “fataha“ atau membuka. Bersyukur berarti membuka diri, membuka hati, dan membuka pikiran untuk mendapatkan pencerahan dari berbagai sumber. Rasa syukur harus di mulai dari “membuka diri“ terhadap apa yg sudah di berikan Tuhan kpd kita. Tanpa membuka diri, akan sulit bagi kita untuk mensyukuri apa yg telah ada.

Jika kita telah membuka diri, kita akan terjebak untuk mengingkari nikmat. Ada 2 hal yg menyebabkan manusia mengingkari nikmat, yaitu merasa dirinya blm di beri apa², dan yg kedua merasa bahwa apa yg ia dapatkan sekarang semata-mata hasil kerja kerasnya, dan bkn pemberian Tuhan.

Orang yg merasa blm mendapatkan apa², merasa hidupnya paling merana di dunia, dgn segala kekurangan yg dimilikinya. Ia slalu melihat ke atas, mendongakkan kepala kpd orang² yg di beri rejeki lebih banyak darinya. Jika ada orang yg lebih maju darinya, ia merasa bahwa Tuhan tidak adil. Ia merasa sendiri dan tdk mendapatkan rahmat serta pertolongan dari Tuhan. Padahal, itu semua terjadi karena ia tdk melihat hal² positip yg ada pd dirinya. Ia slalu melihat semuanya secara negatip, dari sisi yg berseberangan. Ia tdk menyadari betapa nikmat Tuhan begitu banyak telah diberikan kepada nya. Ia tdk menyadari bahwa begitu banyak orang yg lebih tdk beruntung dibandingkan dirinya. Kesadaran dirinya tertutup, dan karenanya ia tdk merasa mendapatkan apa².

Karena itulah, sangat menarik apa yg di difirmankan Allah SWT. dlm Al Quran surah Al-Mulk ayat 23 : “katakanlah, Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati nurani bagi kamu. (Tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.“

Al Quran menyebut 3 hal yg sering tertutup oleh yg menghalangi manusia untuk bersyukur, yaitu penglihatan(abshar), pendengaran (sam'un), dan hati nurani (af'idah). Bukan hanya sekali Allah menekankan ke 3 hal ini harus di buka. Ini menunjukkan bahwa 3 hal itu memiliki posisi penting agar manusia mau bersyukur.

Membuka mata, penglihatan (abshar) menjadi syarat pertama yg harus dilakukan. Membuka penglihatan berarti melihat apa² di sekeliling kita, dan menyadari betapa banyak nikmat yg telah diberikan Allah kpd kita. Membuka mata menjadi titik awal rasa syukur kita kpd nikmat yg telah Allah berikan.

Nabi Muhammad mengajarkan, agar kita pandai bersyukur, kita mesti melihat orang² yg secara ekonomi dan kehidupan jauh dibawah kita. Dengan memperhatikan hal tersebut, kita akan merasakan bahwa nikmat yg diberikan kpd orang lain.

Lihat lah orang² yg mempunyai harta yg lebih sedikit dibanding kita, lebih miskin, dan lebih kekurangan. Lihatlah orang² yg mempunyai kedudukan masih jauh di bawah kita. Lihatlah orang² yg sakit. Lihatlah orang² yg untuk mendapatkan pekerjaan atau penghasilan kecil pun harus bersusah payah dan bekerja keras membanting tulang. Dan lihatlah berbagai kekurangan yg ada pd orang lain. Semua itu akan membuat kita lebih pandai bersyukur.

Setelah membuka mata, orang juga mesti membuka telinga. Membuka telinga artinya mendengarkan secara jernih berbagai masukan dan informasi dari luar. Terbukanya wawasan dan pengetahuan yang kita miliki akan memberi makna lebih besar bagi proses memahami nikmat yang telah diberikan.

Membuka diri secara lebih besar ada pd membuka hati nurani. Membuka hati nurani artinya berjiwa besar terhadap apa yg terjadi dan slalu berpikir positif. Apapun yg terjadi pd diri kita, baik maupun buruk, adalah “nikmat“ yg diberikan Tuhan untuk menguji apakah kita tambah “bersyukur“ atau “mengingkari“ nikmat tersebut.

Berjiwa besar artinya memahami bahwa jika mendapatkan suatu “nikmat yg buruk“ menurut pandangan kita hal itu bukanlah akhir dari segalanya. “Nikmat yg buruk“ akan memberikan kesadaran bahwa slama ini begitu banyak nikmat yang diberikan Tuhan yang blm kita syukuri. Orang tidak akan merasakan nikmatnya sehat jika ia blm pernah sakit. Tatkala sakit itulah orang bisa merasakan betapa kesehatan merupakan nikmat yang sangat berharga.

Begitu juga orang tidak bisa merasakan nikmatnya mempunyai harta banyak, jika ia tak pernah merasakan hidup sebagai orang miskin. Karena itu, jika kita mempunyai kekurangan, kekurangan itu mesti kita syukuri dgn baik karena dgn kekurangan itulah kita bisa merasakan nikmat yang sesungguhnya saat kita merasakan kelebihan.

Jiwa besar itu juga diperlukan saat kita mendapatkan nikmat yg menurut kita positif. Nikmat sehat, rejeki, dan berbagai nikmat lain adalah pemberian yg tidak diberikan kpd semua orang. Bersyukur akan mencegah kita dari kesombongan bahwa apa yg kita terima adalah hasil upaya kita sendiri. Bersyukur akan memberikan kesadaran bahwa di balik usaha² yang kita lakukan ada tangan Tuhan yang membantu memberikan nikmat itu.

Kesadaran semacam itu akan memberikan ketenangan hati, apapun kondisi yg menimpa kita. Jika kita mendapatkan nikmat yang banyak, kita akan bersyukur bahwa Tuhan memberikan apa yang kita usahakan. Tetapi sebaliknya, jika tertimpa musibah atau situasinya tdk sesuai dgn apa yang kita inginkan, kita jg tdk terlalu larut dalam kesedihan.

Mengapa bersyukur bisa menambah nikmat yang telah di berikan? Firman Allah yang sangat terkenal dlm Surah Ibrahim ayat 7 mengatakan, “Dan (ingatlah) ketika Tuhan mu memaklumkan, 'Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka pasti azab-Ku sangat berat'.“

Bersyukur bisa menambah nikmat, karena dgn bersyukur manusia menemukan kedamaian hati dan orientasi hidup yang benar. Bersyukur akan membuat hidup manusia lebih bermakna. Ia tidak lagi berpikir jangka pendek, tetapi bagaimana memaknai hidup secara lebih baik di masa mendatang.

Mensyukuri nikmat yang telah di berikan tidak hanya terucap di bibir, tetapi juga dgn tindakan² yg mendukung sifat dan sikap positif tersebut. Bersyukur terhadap harta yang diberikan adalah dengan membelanjakan harta tersebut untuk nilai² positif dalam kehidupan, yang berguna baik bagi diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat secara umum.

Mensyukuri nikmat sehat berarti menggunakan kesehatan tersebut sebaik-baiknya dengan bekerja keras, tidak bermalas-malasan, dan selalu mengembangkan diri secara serius. Mensyukuri nikmat kehidupan berarti tidak menyia-nyiakan hidup ini dgn berbagai kegiatan yang tidak berguna dan sia².

Makna pertambahan nikmat dlm ayat Qur´an di atas tentu saja bukan semata-mata ditambah nikmatnya, tetapi juga atas dasar usaha dan kerja keras yang kita lakukan. Jika orang berpikir positif, berjiwa besar, dibarengi dengan kerja keras dlm hidupnya, akan terbuka potensinya untuk menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi.

Produktivitas yang lebih tinggi inilah jelmaan dari janji Allah bahwa Dia akan menambah nikmat bagi orang² yang mau bersyukur. Dengan bersyukur, orang akan lebih termotivasi dlm hidup, bekerja lebih keras, tumbuh sikap positif dan pantang menyerah. Kondisi negatif apapun dipahami sebagai wadah untuk membuat hidup ini lebih baik. Itulah makna nikmat yang akan selalu ditambah jika kita bersyukur.

©Man Jadda Wajada, The Art Of Excellent Life

Read More