Minggu, 07 Mei 2017

TJVZ #2

Galaunya hati kembali kurasa. Saat Tuhan mengizinkanku tuk berkomunikasi lagi dengan dia. Aku mencoba untuk bersikap biasa saja ketika obrolan ini berlangsung, walau aku masih ingat dengan jelas apa yang telah dia lakukan tujuh bulan yang lalu. Senyumnya yang palsu mengambang tepat di pelupuk mataku. Seakan mengajakku ke dalam dunianya lagi. Padahal aku sudah menegaskan bahwa aku tak ingin terus berada dalam kondisi seperti ini. Tetapi perasaan was-was ini terus berdatangan, menghampiri ingatanku tentang sifatnya yang sedang berlebihan.  Pertengkaran hebat antara hati dan pikiran seakan tak mau berhenti. Kapan waktu keduanya bisa saling memahami? Hmm.. 

Kukira kisah ini memang cukup rumit. Mungkin karena aku telah menyadari bahwa jalanku mulai berbeda dengan jalanmu. Pada hari ketika aku sadari itu, aku merasa jalan kita benar-benar telah berbeda. Bertolak belakang dengan apa yang selama ini aku bayangkan dan impikan. Kukira kau adalah sosok yang ditakdirkan untuk menemaniku, tapi nyatanya malah menghancurkanku. Hingga aku memutuskan untuk menutup pintu hatiku. Bukannya aku mengasingkan diri tak mau lagi dicintai, tapi aku perlu menyeleksi dengan sangat ketat siapakah yang benar-benar layak untuk dapat menetap. Cintaku kini tersisa sedikit, sedangkan lukaku masih terus mengakar. Aku hanya tak ingin salah langkah lagi. 

Ingin aku menolak kehadiranmu di benakku, lelah sudah aku membayangkan namanya. Dari berbagai penjuru yang datangnya, aku berusaha menyembunyikan hatiku untuk tak lagi menerimanya. Tapi apakah bisa selamanya aku membohongi rasa ini? bergelut dengan nurani yang hampir mati. Begitu rapi kususun perasaan dan terkubur bersama luka batin di dalam tubuh seorang lelaki pendosa, jauh dari bentuk berbagai namamu yang indah. 

Namun, apa yang bisa aku lakukan? Aku hanyalah gelas plastik di tengah samudera, yang akan tersapu dari kuatnya arus laut. Dan itu nyata, di suatu hari aku tertampar dari hati yang terdalam, bahwa aku sudah tak sanggup lagi. Aku ingin berhenti. Ingin aku katakan yang sebenarnya bahwa, aku ingin menjaga jarak denganmu, aku tidak mau lagi balik seperti dulu. Aku ingin fokus pada masa depan yang telah kususun. Dilema pun kembali hadir. Lain kemarin, lain juga sekarang. Aneh betul rasanya. Hatiku terus bergejolak hebat menghadapi kondisi yang menguji daya juangku sebagai manusia. 

Pada satu titik aku ragu-ragu untuk kembali mempercayaimu lagi setelah semua yang telah kau lakukan akhir-akhir ini. Luka yang kau berikan padaku waktu itu masih tak masuk akal. Sebab setelah kejadian menyakitkan itu terjadi, kau masih terlihat baik-baik saja sampai saat ini. Kau bahkan terlihat dengan mudahnya melempar senyum juga tertawa lepas ke beberapa orang. Seakan-akan kau tak memiliki beban dalam hidup. 

Sedangkan aku, aku hanya bisa melakukan hal yang tak bermafaat yaitu pura-pura bahagia. Iya, sampai saat ini aku hanya berpura-pura. Aku menggunakan berbagai macam topeng agar terlihat bahagia, seperti tak terjadi apa-apa. Diamku juga adalah kepura-puraan, ngobrol dengan banyak orang seolah tanpa beban dan tersenyum seperti anak kecil kepada beberapa orang juga merupakan kepura-puraan yang sering aku lakukan. Sungguh merepotkan bukan? 

Ribuan luka dalam masa laluku telah menghadirkan beberapa komponen sakit hati. Keteguhan jiwa dengan mudahnya menelan hal-hal kecil yang tidak lagi menghasilkan kesenangan secara langsung, melainkan untuk dapat bertahan hidup dalam kondisi seperti saat ini. Perlahan apa yang aku rasa semakin memudar. Aku bertanya kepada hati, "mengapa kau padamkan rasaku padanya?" Hatiku tidak menjawab. 

Mungkin bukan sekarang waktu yang tepat untuk menjabarkan rasa yang hilang ini. Di sisi lain, aku terlalu khawatir dengan apa yang telah terjadi dengan perubahan tersebut. Rasanya ingin lenyap saat rindu menyesakan dada. Sekilas kenangan masa lalu kembali muncul. Saat pertemuan pertama kita dulu. Kasih dan sayangmu begitu besar kau curahkan padaku. Kau begitu perhatian.. Namun kini perhatianmu terkikis tanpa kau sadari. Dan perlahan akan menjadi debu yang terbawa angin yang menghempas. Lenyap tak berbekas. Perlahan... Secara perlahan.. Keterikatan ini akan musnah. 


0 comments:

Posting Komentar

Silahkan komentar, bebas asal sopan dan relevan.