Minggu, 24 Mei 2015

TJOOTJY HATY

Saat pertama kali aku memandangmu
Pancaran tubuhmu silaukan mataku
Kau bagaikan jamur yang tumbuh liar di jantungku
Yang memaksaku tak bisa lepas dari mu
Besarnya obsesi di dalam khayalanku
Rasa penasaran yang selalu membara
Entah sampai kapan pun juga

Aku coba menjauh dari waktu
Harapan telah dibutakan oleh waktu
Menunggu dan memandangimu, itu terlalu berlebihan
Terlalu banyak ilusi yang ada di dalam keheningan

Ini bukan pantun ataupun sebuah lagu
Hanya lubang di dalam hati
Aku curahkan perasaan ini
Yang sangat sulit kutahan lagi

Mencoba diam walau hanya sejenak
Ketika tahu bahwa kau hidup di dunia yang serba ada
Sedang aku hanya di dunia yang sederhana
Perbedaan itu melahirkan rasa tak enak
Seperti air dan minyak yang sulit bersatu

Sedari awal aku sudah sadar
Aku terlalu larut,
Aku terlalu kagum,
aku terobsesi dalam hingar bingar keindahan dirimu
Mencari kata dibalik embun
Yang kini telah menghilang
Di perpisahan nanti

Mungkin kau tak peduli akan tulisan ini
Dan mungkin kau tak akan pernah kenal siapa aku
Karna dari dulu kamu memang tak peduli
Tak ada lagi yang dapat kutulis setelah kita semua berpisah
Tapi kamu bisa menemukan tulisan ku disini
Karna ini yang terakhir untuk mu

Read More

Minggu, 17 Mei 2015

Di akhir dilema

30 menit sudah Abidin duduk di bangku kelasnya. Mendengar pengumuman dari gurunya tentang tur perpisahan. "... dan sekali lagi, acara ini tidak wajib untuk diikuti." tutup gurunya. Abidin menarik nafas sejenak, dan membuangnya seketika. Batinnya masih labil ketika ia harus memilih ikut atau tidak dalam acara tur perpisahan sekolah. Sedangkan ia tidak punya dana yang cukup. Ia masih teringat peristiwa tak terlupakan satu tahun lalu saat sebagian uangnya harus dikorbankan untuk study tour.

Masih berkerumunan dengan banyak orang, untuk alasan yang bisa di mengerti. Sebuah rincian tour perpisahan telah terpampang di mading kelasnya.

"Masa cuma ke kawah putih doang sampe 460? ga bisa lebih murah apa?" bentaknya dalam hati.

Abidin merasa dilema apakah harus ikut apa tidak. Apakah ia harus mengambil sebagian uang tabungannya lagi yang selama ini dikumpulkan untuk membeli motor. Ia tidak terbiasa mengalami hal seperti ini, dan ia punya prinsip seminimal mungkin tidak menyusahkan orang tuanya, yang hanya bekerja sebagai buruh serabutan.

"Sudahlah Din, jangan terlalu dipikirin. Inikan cuma masalah tur." sambar Dinda, sahabat dekat Abidin.
"Kamu tau dari mana aku lagi mikirin tur?" tanya Abidin sambil menatap Dinda.
"Dari Adi, aku udah denger semua keluhan mu tentang tur. Lagipula, sejak awal Pak Agung menjelaskan masalah tur perpisahan, aku melihat dari raut wajahmu kau tampak bingung dan cemas." lanjut Dinda dengan yakin.
"Hmm.. Aku hanya lelah kalau aku harus mulai dari awal lagi. Aku tidak punya cukup dana untuk ikut." dengan nada datar.
"..." Dinda hanya terdiam. Dengan wajah yang bertanya-tanya.

***



Beberapa hari kemudian, Dinda menyempatkan diri menemui Syifa di kelas sebelah yang ahli dalam menemukan solusi. "Syif, kamu dah tau kalo Si Abidin ga ikut tur?" tanya Dinda.
"Belum. emang kenapa? Dia beneran ga jadi ikut?" jawab Syifa.
"Katanya, dia lagi kekurangan dana, jadi ga bisa ikut. Sebagai seorang sahabat yang solid, karna tur perpisahan ini kan cuma sekali, aku ingin sekali membantunya. Tapi, ya gitu deh.. Aku ga bisa bantu seutuhnya, aku butuh dana patungan. Gimana, apakah kamu setuju?"
"Emangnya kenapa dia ga punya cukup uang?" Tanya Syifa, dengan nada heran.
"Katanya sih, dia lelah kalau harus mulai dari awal lagi. Sepertinya dia ingin membeli sesuatu yang sudah lama dinanti. Kita kan tau sendiri, dia itu orangnya sederhana dan mandiri. Tidak segan memberi uang ke temannya yang sedang kesusahan. Pantas saja ia bisa menjabat sebagai ketua OSIS tahun lalu." Jelas si Dinda panjang lebar.
"Baiklah, aku akan membantu mu. Menurutku dana patungan itu boleh saja. Tapi jangan sampai ketauan, takutnya nanti ia merasa ga enak." jawab Syifa dengan halus.

***



Disaat temannya sedang merencanakan sesuatu, Abidin masih tetap pada pendiriannya tidak mau ikut. Setiap ada gurunya bertanya, ia selalu menjawab "ga papa bu, saya cuma ingin berhemat untuk nerusin ke SMA nanti." Terus terang Abidin merasakan ketidaknyamanan. Reputasi, citra, dan eksistensinya sebagai mantan ketua OSIS akan rusak. Ia hanya bisa bertawakal kepada Sang Pencipta agar di mudah kan urusannya.

Saat melawan rasa ketidaknyamanan tersebut. Menjelang hari H, Sepulang sekolah.
"Abidiiin....." Teriak Adi dari kejauhan mendekati Abidin.
"Lu ga perlu khawatir lagi tentang tur perpisahan. Kata panitia nya, lu udah dipastikan ikut." ucap Adi sangat bersemangat.
"Masa sih, yang bener lu?" Abidin mencoba menyakinkan.
"Iyaa.." jawab Adi.

Setelah kejadian itu Abidin merasa senang sekaligus bingung. Ia merenung dan memikirkan, apa yang sebenarnya terjadi? Apakah ini sebuah konspirasi temannya agar ia bisa ikut karena ini merupakan momen sekali seumur hidup, atau gimana? Ia mencoba mengingat hal yang tlah dilakukan sampai dapat keajaiban seperti ini. Beberapa menit kemudian, ia teringat saat di perjalanan pulang sehabis sekolah, ia menyempatkan diri untuk berhenti di warung tuk beli minuman, setelah itu ia melihat kakek tua renta dgn di emperan warung tersebut. "sepertinya, Kakek ini kelaparan." gumam nya dalam hati. Lalu Abidin pun menghampiri kakek tersebut.

"Lagi ngapain Kek, sendirian aja." Abidin memulai.
"Lagi istirahat sebentar" jawab kakek itu sambil memegangi perut.
"Kakek udah makan?" Tanya Abidin.
"Belum, udah dua hari belum makan."

Abidin kemudian terus menanyakan tinggal dimana, punya anak berapa, dan sebagainya. Lalu Abidin memberikan dia sedekah 30 rupiah. Dan pergi meninggalkan Kakek tua tersebut.

"Makasih ya nak, semoga Allah membalas kebaikan kamu dan menjadikan kamu orang yang beruntung di antara orang-orang yang beruntung."
"Ya kek, saya pergi dulu yaa.." Abidin pun pergi melanjutkan perjalanan pulang naik motor meninggalkan Kakek tua itu.

Dari situ Abidin baru teringat lagi, mungkin karena ini dia bisa ikut tur perpisahan. Akhirnya Abidin pun bisa ikut tur perpisahan tanpa harus membayar alias gratis.

***


Hari Selasa pun tiba, tur pun dilaksanakan. Rombongan pun berangkat dan tiba di tujuan. Melakukan aktivitas yang sudah di jadwalkan, Dinda tampak senang bukan main, karena akhirnya Abidin bisa ikut tur perpisahan yang hanya sekali seumur hidup. Hingga malam pun tiba, rombongan tur menginap di villa yang sejak awal sudah di booking. Malam itu acara puncak tur ini, berbagi rasa, canda dan tawa bersama.

Lalu Abidin diberikan waktu untuk menutup acara puncak tersebut. "... Entah sampai bertahan. Saat seperti ini mungkin tak akan pernah kembali, Maka nikmatilah tur ini. Saat esok hari menjelang, maka biarkan hari ini menjadi kenangan. Terimakasih semuanya." Dengan nada yang menggelegar Abidin menutupnya dengan penuh penghayatan.




*Penulis lagi belajar bikin cerpen sudut pandang orang ketiga. Mohon kritikan dan sarannya ya. :)
Read More